Dengan tubuh yang semakin rapuh, Abah Idik menyusuri jalanan membawa tisu dagangannya. Keringat yang bercucuran membasahi tubuh ringkihnya, sementara tangan yang terus gemetar akibat Tremor Essensial mencoba menggenggam barang dagangannya. Tak peduli panasnya terik matahari atau hujan yang mengguyur, Abah terus melangkah demi mengais rezeki untuk menyambung hidup. Ia tinggal seorang diri di kontrakan kecil yang sudah mulai rusak. Dindingnya retak, pintunya berkarat, tetapi tempat itu menjadi satu-satunya saksi perjuangan Abah menjalani hidupnya yang penuh kesepian. Tak ada keluarga, tak ada anak yang mendampingi, hanya dirinya sendiri yang terus berjuang di tengah tubuhnya yang kian melemah.

Usianya yang sudah renta tak membuat hidupnya lebih mudah. Vertigo yang sering menyerang membuat kepalanya terasa seperti ditusuk-tusuk, menyiksa tubuhnya yang sudah lemah. Namun, Abah tak pernah berhenti berjualan tisu meski penghasilannya sangat kecil dan tak pasti. Bahkan, dalam perjuangannya, Abah pernah kehilangan uang Rp200.000 yang ia kumpulkan berminggu-minggu karena ditipu orang yang berpura-pura sakit. Dengan senyum lemah, ia hanya berkata, “Kadang kita harus berjuang meski badan sudah lelah, Nak. Kalau saya berhenti, siapa yang akan menghidupi saya?” Kalimat sederhana ini menunjukkan keteguhan hati seorang Abah Idik, meski ia lelah, sakit, dan sendiri, ia tetap melangkah demi bertahan hidup.

#OrangBaik hati siapa yang tak teriris melihat perjuangan Abah Idik? Di usia senjanya, ia seharusnya menikmati masa tua dengan tenang, bukan terus berkutat dengan kerasnya hidup. Mari ulurkan tangan kita untuk membantu Abah Idik mendapatkan hidup yang lebih layak. Bantuan Anda akan sangat berarti untuk menyediakan paket sembako, santunan tunai, dan kebutuhan sehari-hari Abah. Mari kita ringankan beban Abah Idik dan jadilah bagian dari harapan baru untuk masa tuanya. Sebarkan kebaikan ini dan berdonasi sekarang juga!

Legalitas