Di tengah kerasnya hidup, Pak Saepulloh terus berjuang meski tubuhnya terbatas. Dengan kaki yang tak seperti manusia pada umumnya dan mata kirinya yang buta total, ia tetap mengayuh sepeda kecilnya untuk menjajakan tisu. Selama 10 tahun, ia menggantungkan hidupnya dari keuntungan kecil hanya Rp1.800 per lembar tisu, itupun jika ada yang membeli. Setiap kayuhan sepedanya diiringi rasa sakit dan pegal yang tak tertahankan, tapi ia terus bertahan. Baginya, lebih baik berjuang menahan pedihnya rasa sakit daripada menyerah dan melihat keluarganya kelaparan. Dengan seorang anak yang akan masuk SMP, Pak Saepulloh tahu ia tak punya pilihan untuk berhenti berusaha, meskipun rasa lelah sering menghimpitnya.

Namun, hidup seakan tak henti-hentinya menguji Pak Saepulloh. Kondisi matanya yang buta total di sebelah kiri membuat penglihatannya terbatas, dan ini semakin menyulitkannya untuk mencari nafkah. Setiap bulan, ia harus berjuang keras untuk mengumpulkan Rp300.000 demi membayar kontrakan kecilnya Hingga kini, ia belum pernah memeriksakan matanya karena tak memiliki biaya. Dalam hatinya, ia hanya bisa bertanya-tanya, apakah masih ada harapan untuk matanya melihat dunia lagi. Rasa lelah, sakit, dan keterbatasan fisik sering membuatnya hampir menyerah, namun harapan untuk memberikan kehidupan yang lebih baik untuk anaknya terus memaksanya bertahan.

Pak Saepulloh bermimpi memiliki motor roda tiga agar tak perlu lagi memaksakan kakinya yang sering kesakitan. Ia juga berharap bisa mendapatkan modal usaha kecil agar tak terus bergantung pada penjualan tisu. #OrangBaik mari kita bersama-sama bantu meringankan beban Pak Saepulloh. Uluran kasih Anda akan membantu menyediakan pangan, modal usaha, dan pendidikan untuk anaknya. Sebarkan kebaikan ini dan jadilah bagian dari perjuangan Pak Saepulloh untuk melawan nasib yang tak berpihak padanya.

Legalitas